I'm a married woman now,
But still have a wedding party to held next week, so i'm practically a bridazilla now. A happily bridazilla.
My husband is out of town for couple days, we're not living under the same roof yet, so it's not a biggie. Tapi tetep aja, rasanya kangen..
Masih amaze kalo we're finally married to each other. It suddenly brought me back how everything started, how we decided to spend our rest of our life together, forever . Forever such a long time, no? so I will not playing with that word.
So we were having dinner, cerita-cerita seperti biasa, berbodoh ria. Then I told him (which I quoted from my good friend, D) "Aku sih sekarang kalo ditanya kapan kawin bilang aja akhir tahun. Anggap aja doa, ntah sama siapa."
And he replied....
"just for your information, end of this year, aku.. siap".
oh boy...
Thank God it was night. So he couldnt see me blushing like kepiting rebus.
And now I do realize, itu secara gamblang ngelamar banget ya? Astagaaaaa.
And here we are.. Agak melenceng dari akhir tahun, because I had to finish this and finish that, but yay! we're a husband and wife now. After a long long journey. It's him the one who I come home to. I couldnt much happier.
Wait, that's all?. He said that and boom! you're married now?
The answer is no.
I just write it shorter, because the whole story is just too complicated too write.. :)
But I'm glad, I'm glad that I finally found my half. I found someone who's not easily give up on me.
I love you, husband.
Sunday, March 30, 2014
Monday, March 10, 2014
His room, Monday morning. Him; looks busy with stuff. Me; sit on his chair, keep chirping about stuff. I was just talking too much.
"will you marry me?", he asked.
I will. I'm effin will. Ofcourse I will
Monday, December 30, 2013
Here's to you..
Two years ago. A day before new year, a man proposed me. I was shocked. I thought he was joking, but i looked into his eyes, then I know he was serious about that.
It was a nice evening, at a cafe. (And i even forget what i was wearing). He sat on my right. It was almost sunset. I was very happy and touched, yet my heart was broken to pieces when he asked "would you marry me..?".
Because i couldnt answer it, properly.
So here's to two years ago.
Here's to December 30th, 2011. It's been 2 years, and i could clearly say it was one of the best moment in my life. Thank you :)
Love waits nothing, but the right moment. And now it's our moment. Shall we?
Abu Dhabi, 301213
Di antara rindu yang menggebu.
Wednesday, October 23, 2013
Retrouvailles
Januari, ribuan hari yang lalu.
Di sudut itu kita duduk. Kamu dengan sebatang rokokmu menyaksikan lalulintas di jalanan yang ramai namun masih terlihat ramah dan syahdu. Sunggu berbeda dengan kotaku. Tahukah kamu aku sangat menikmati pemandangan saat melihatmu menghisap dan menikmati rokokmu?
Di kota ini nyaman, katamu. Aku hanya mengiyakan. Mataku kembali menatap lampu jalanan. Aku lebih banyak diam. Menikmati detik-detik yang tersisa, merekam semua pembicaraan. Padahal untukku bukan kota ini yang nyaman. Tapi kamu, bersama kamu lebih dari sekedar nyaman.
Waktu kita hanya tersisa beberapa jam lagi sebelum kereta malamku membawaku kembali. Perasaanku mulai sudah tidak karuan. Kamupun harus segera kembali kepadanya. Entah berapa puluh pesan di telpon genggamku yang aku abaikan. Aku harus kembali ke kotaku dan berjanji akan segera kembali ke kotamu. Secepatnya. Dengan semua alasan yang dirasionalkan diada-adakan. Akan selalu ada alasan untuk kembali kesini, katamu. Dan tahukah kamu, alasanku hanya kamu.
Februari, ratusan hari kemudian
Akhirnya kita berada disini lagi. Di sudut yang sama. Membuat janji untuk berjumpa. Menunggu hujan reda, mengabaikan tiket konser yang kamu beli untuk kita. Yang akhirnya terbuang sia-sia. Mentertawakan kebodohan di tengah rintik hujan yang sedang membuat cerita. Dan tahukah kamu, saat itu yang aku inginkan hanya berada di sampingmu, saat tanganku berada dalam genggammu.
Katamu kamu rindu, memintaku untuk berjanji kembali bertemu. Aku hanya bisa membisu, dengan rasa hati bagaikan dipalu. Memandangmu pun aku tak mampu.
Oktober,
Ratusan hari setelah itu sudah terlewati. Dengan sejumlah janji yang tidak semua dapat ditepati. Aku hanya ingin kembali ke kota itu lagi. Kali ini hanya ada kata ganti orang pertama dan kata ganti orang kedua. Tanpa lagi terbeban dengan kata ganti orang ketiga.
Kamu tidak lagi menetap di sana. Tapi memang akan selalu ada alasan untuk kembali ke kota itu. Dan saat hari itu tiba, aku akan merasa bahagia, karena saat itu hanya akan ada kita. Pronomina persona jamak.
Ya, kita. Akhirnya.
Di sudut itu kita duduk. Kamu dengan sebatang rokokmu menyaksikan lalulintas di jalanan yang ramai namun masih terlihat ramah dan syahdu. Sunggu berbeda dengan kotaku. Tahukah kamu aku sangat menikmati pemandangan saat melihatmu menghisap dan menikmati rokokmu?
Di kota ini nyaman, katamu. Aku hanya mengiyakan. Mataku kembali menatap lampu jalanan. Aku lebih banyak diam. Menikmati detik-detik yang tersisa, merekam semua pembicaraan. Padahal untukku bukan kota ini yang nyaman. Tapi kamu, bersama kamu lebih dari sekedar nyaman.
Waktu kita hanya tersisa beberapa jam lagi sebelum kereta malamku membawaku kembali. Perasaanku mulai sudah tidak karuan. Kamupun harus segera kembali kepadanya. Entah berapa puluh pesan di telpon genggamku yang aku abaikan. Aku harus kembali ke kotaku dan berjanji akan segera kembali ke kotamu. Secepatnya. Dengan semua alasan yang dirasionalkan diada-adakan. Akan selalu ada alasan untuk kembali kesini, katamu. Dan tahukah kamu, alasanku hanya kamu.
Februari, ratusan hari kemudian
Akhirnya kita berada disini lagi. Di sudut yang sama. Membuat janji untuk berjumpa. Menunggu hujan reda, mengabaikan tiket konser yang kamu beli untuk kita. Yang akhirnya terbuang sia-sia. Mentertawakan kebodohan di tengah rintik hujan yang sedang membuat cerita. Dan tahukah kamu, saat itu yang aku inginkan hanya berada di sampingmu, saat tanganku berada dalam genggammu.
Katamu kamu rindu, memintaku untuk berjanji kembali bertemu. Aku hanya bisa membisu, dengan rasa hati bagaikan dipalu. Memandangmu pun aku tak mampu.
Oktober,
Ratusan hari setelah itu sudah terlewati. Dengan sejumlah janji yang tidak semua dapat ditepati. Aku hanya ingin kembali ke kota itu lagi. Kali ini hanya ada kata ganti orang pertama dan kata ganti orang kedua. Tanpa lagi terbeban dengan kata ganti orang ketiga.
Kamu tidak lagi menetap di sana. Tapi memang akan selalu ada alasan untuk kembali ke kota itu. Dan saat hari itu tiba, aku akan merasa bahagia, karena saat itu hanya akan ada kita. Pronomina persona jamak.
Ya, kita. Akhirnya.
Indische Koffie
di antara ribuan hari penuh cerita
Tuesday, October 22, 2013
Selamat Malam
Selamat malam pria tampan pembaca pikiran.
Dengan mudahnya kamu menebak semua yang akan orang-orang katakan. pasti kamu sudah mulai bosan. Katamu kamu sudah mulai kehilangan tantangan
Selamat malam pria tampan pembaca pikiran.
Kulihat kamu dengan seorang perempuan. Aku sadar kamu bukanlah seorang begawan.
Dan aku semakin penasaran.
Selamat malam pria tampan pembaca pikiran.
Akhirnya kamu menghampiriku dengan pelan. Katamu hanya akulah yang bisa mengisi kealpaan.
Kamu bilang karena aku penuh dengan terkaan.
Ingin aku bertanya, namun terasa segan.
Sampai kapan kamu bisa bertahan, pria tampan pembaca pikiran?
Dengan mudahnya kamu menebak semua yang akan orang-orang katakan. pasti kamu sudah mulai bosan. Katamu kamu sudah mulai kehilangan tantangan
Selamat malam pria tampan pembaca pikiran.
Kulihat kamu dengan seorang perempuan. Aku sadar kamu bukanlah seorang begawan.
Dan aku semakin penasaran.
Selamat malam pria tampan pembaca pikiran.
Akhirnya kamu menghampiriku dengan pelan. Katamu hanya akulah yang bisa mengisi kealpaan.
Kamu bilang karena aku penuh dengan terkaan.
Ingin aku bertanya, namun terasa segan.
Sampai kapan kamu bisa bertahan, pria tampan pembaca pikiran?
Thursday, May 30, 2013
Motherhood vs Jakarta
Hello yellow!
Hahahaha boleh sih punya blog baru tapi kadar kemalasannya
cerita lama.
“Mungkin nanti, kalo anak gw udah
masuk SD better to move to Bandung. Gw takut ngebesarin anak di Jakarta” That
was my friend said to me couple times ago. Gw mungkin agak kaget. Ya bukan mungkin
lagi sih, tepatnya emang kaget. I asked her back. “Lah kenapa? Laki lo pan
tinggal di mari..”. And she’s okay with semi long distance marriage, asal
anaknya ga kaya “anak-anak ibukota” she said.
It suddenly broke my heart.
Jakarta. Sebegitunya menyeramkan di mata teman gw sendiri. Mungkin
itu hak dia untuk memilih gimana membesarkan anaknya nanti.. tapi ketakutan
terhadap membesarkan anak di Jakarta, bikin gw ngerasa dia mengalamatkan kota
Jakarta sebagai sinful city. Hahahahahahahah
Itu versi dia. Dan itu sah banget juga sih.. I wont argue
anything about that.
But here’s what I think.
Membesarkan anak di kota mana aja sama aja sih. Tapi memang
benar kalo ada istilah lain ladang lain belalang. Gw ingat. Pertama pindah dan
harus berbaur dengan anak-anak ibukota, adjustmentnya ruarrrrrr biasa. Dulu gw
masuk skolah boarding dengan isinya anak ibukota dan anak daerah. Dan
percayalah, orang yang pertama kali yang menyapa gw adalah anak gaul ibukota.
Keterbukaan mereka membuat gw justru merasa nyaman. Sisanya yang anak daerah at
first mostly masi diem-diem malu-malu dan cuman ngumpul sama sesama daerah.
Bedanya si anak ibukota ini memang mingle kemana-kemana.. But time flies, dan gw
melihat temen-temen gw yang dari daerah juga memiliki ability buat beradaptasi
yang above average. Ini contoh simple, but for me, point taken
Gw setuju kalo ada yang bilang Jakarta itu state of trying.
Gw setuju banget kalo tinggal di Jakarta itu berasa ditempa. Dan memang… harus
ada harga yang dibayar untuk itu semua. Dan wajar kalo memang temen gw ini
merasa takut untuk membesarkan anaknya di Jakarta.
But hey.. kalo harus memilih untuk merencanakan tinggal
terpisah sama suami…. Well I don’t know if I could do that. Hahahahahahha
Toh gw tetep suka bagaimana cara dia memikirkan masa depan
anaknya nanti.. kinda motherhood kicking in! And that’s hot!
Ntar kalo gw jadi emak-emak gimana ya?
Friday, April 19, 2013
To Go or Not To Go
I never claim myself as a traveler.. Mungkin lebih tepatnya
gw akan mengklaim diri gw sebagai wanderer.. karena selama ini pertanyaan yang
sering diajukan ke gw bukanlah “mau kemana lagi?”.. tapi lebih kepada “Lo
sekarang lagi dimana?” Recenlty I’ve been wandering a lot and mostly flying to
the east.
Dan percayalah saat sedang berada di pesawat, duduk di kursi
dekat jendela, sendiri, akan menjadi momen yang amat sangat tepat untuk
berkomplentasi. I considered myself as a lucky flyer, karena selalu mendapat “friend
package” yang tidak berniat untuk mengobrol selama perjalanan, or even luckier
sometimes I’m the only passanger in the row.
One thing I know traveling kadang hanya dikaitkan dengan
destinasi. Maybe I was one of those people with that thought. Tapi sekarang
dengan lumayan panjangnya perjalanan yang sudah gw capai dalam kurun waktu yang
sebentar memberikan sedikit nilai baru dari sebuah perjalanan
Well, it’s not about destination. Ini lebih tentang apa yang
lo dapet dari perjalanan itu.
I was in Lombok a week ago. And I can say this is the most
unforgettable trip ever. For the first
time I have dip myself to the sea. Hahahahahaha.
I’m not a diver nor a swimmer. I cant even swim at all.
Untuk orang-orang yang dekat mungkin sudah tau betapa antinya gw dengan renang
dan air. Those aren’t really my thang. Tapi kemarin, untuk pertama kalinya gw
mencoba snorkling and boom! I LOVE IT.
If “those who never see under the sea, live a half life”. I’m
no longer living a half life then.
What Ive got from this trip that I finally can conquer my
fear.. I even enjoy my self in the water.
and beyond me. And yes I want more.
Another highlight from the trip, that I had a chance to stay
at FIVE extraordinary hotel. Ive never did this before. I mean 6 days, and 5
hotels. Call me crazy but it was such an experience. Perjalanan tanpa itinerary
terkadang jauh lebih menyenangkan. Well noted.
Memulai perjalanan dengan pesawat boeing, kemudian ATR,
berganti moda dengan menggunakan bis, melanjutkan perjalanan dengan taksi,
berpindah menggunakan cidomo, menyebrang dengan kapal, menjelajahi pulau dengan
sepeda, melihat lebih banyak dengan motor. I don’t know what to say, but hell
yeah! I love this trip.
Sekarang gw berusaha untuk menanamkan di diri sendiri bahwa
suatu perjalanan itu bukan destinasi, tapi proses untuk belajar dan mengenal apa
yang ada di dunia ini.
Bahwa perjalanan itu bukan sekedar having fun, foto-foto
narsis dan mengunduhnya di social media. Tapi untuk melihat dan mengingatkan gw
bahwa gw ini masih terlalu kecil di dunia yang amat sangat luas ini
Perjalanan yang mengajarkan gw banyak hal.
Dan di perjalanan ini lah gw bisa tau…
Bahwa rasa nyaman itu memang ada dan nyata… :)
Subscribe to:
Posts (Atom)